Monday, May 3, 2010

Lingkungan dan Media Massa, oleh Evi Mariani Sofian, 28/04/2010

Slogan VS Isu Penting
Saat ini sering sekali kita mendengar slogan "Let's Go Green". Sebuah slogan yang telah menjadi buah bibir masyarakat beberapa tahun belakangan ini. Slogan tersebut muncul sejak Conference of Parties 13 United Nations Conference for Climate Change (UNFCCC) pada Desember 2007, ditambah dengan munculnya film Al Gore The Inconvenient Truth, mulai mengulas isu-isu lingkungan seperti pemanasan global dan berbagai dampaknya. Maka dari itu, media massa, dunia iklan dan public relations beramai-ramai merangkul isu lingkungan, isu yang sebelumnya dianggap kurang seksi dibanding politik, HAM dan HIV/AIDS, untuk menjadi isu utama bagi masyarakat.
Dengan munculnya berbagai isu lingkungan tersebut, maka banyak pihak yang merasa peduli terhadap dampak dan mulai mengeluarkan slogan-slogan terkait dengan kepeduliannya terhadap lingkungan, seperti Let’s go green, mari menanam pohon, belanja pakai tas sendiri, produk ini ramah lingkungan, dsb. Hal ini tentunya memiliki arti positif, jika slogan yang disebarkan dapat benar-benar direalisasikan dengan tindakan yang sesuai. Pada kenyataannya, slogan-slogan tersebut hanya digunakan sebatas slogan saja. Tidak banyak orang yang sadar betul akan makna sebenarnya dibalik slogan-slogan itu, yang dilakukan hanyalah ikut menyebarkan slogan tanpa melakukan perubahan mendasar pada lingkungan yang sudah disepakati oleh dunia akan semakin rusak ini.
Isu lingkungan bukan hanya sekedar slogan yang disebarluaskan sehingga menjadi lebih penting daripada isu lingkungan itu sendiri. Isu lungkungan yang menyatakan adanya pemanasan global dan perubahan iklim tidak benar-benar dipahami oleh masyarakat.
Temperatur dunia saat ini memanas setiap tahunnya, menyebabkan perubahan cuaca di beberapa tempat di dunia. Intinya seluruh dunia mengalami perubahan pada pola cuaca dimana musim dan cuaca tak lagi bisa diramalkan dengan pola sebelumnya. Seperti misalnya saja, di Indonesia, para ilmuwan meramalkan beberapa pulau besar akan mengalami cuaca ekstrem, yaitu kemarau yang lebih panjang dari biasanya, dan banjir besar di musim hujan akibat jumlah air yang kurang lebih sama turun di musim hujan yang lebih pendek. Jawa, Sumatra dan Sulawesi akan mengalaminya. Kalimantan disebut-sebut sebagai pulau yang relatif cukup aman. Penyebab dari ini adalah pelepasan CO2 dan emisi lain yang merusak lapisan ozon yang melindungi bumi dari terik sinar matahari. CO2 muncul dari berbagai macam sumber, yang utama adalah dari bahan bakar berbasis fosil, seperti semua turunan minyak bumi dan batu bara. Penjelasan tersebutlah yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global yang semakin merusak bumi dan lingkungan kita.

Isu lingkungan yang harus disadari ssat ini adalah:
  • Mencari energi yang sungguh-sungguh ramah lingkungan (angin, matahari, geothermal).
  • Menjaga hutan yang masih ada. Tiga negara dengan hutan terbesar: Brazil, Republik Congo dan Indonesia.
  • Mengurangi polusi udara dan air, yang dipercaya bisa melepas emisi seperti CO2 dan metan ke udara.
  • Mengurangi sampah yang juga mengeluarkan emisi.
  • Menghemat air sebab air akan menjadi komoditi yang langka saat cuaca ekstrem menimpa manusia.
  • Menghemat energi untuk mengurangi emisi dari fossil fuel.
  • Mengubah gaya hidup dari yang boros menjadi yang lebih ramah lingkungan. Misalnya mengurangi daging karena peternakan intensif juga mengeluarkan emisi.
Maraknya isu lingkungan yang tersebar dalam masyarakat membuat berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab ingin mengambil keuntungan yang besar. Banyak produk dan perusahaan yang mengklaim bahwa praktiknya ramah lingkungan, hingga mereka menjual lebih mahal dari produk biasa, namun ketika dilakukan penelitian, semua hanyalah bohong belaka. Dengan adanya kasus seperti ini, pihak media massa terutama wartawan, harus bersikap jujur, kritis dan tidak memihak. Wartawan harus benar-benar mencari informasi mengenai isu lingkungan sesuai fakta dan data, untuk kemudian disebarkan pada khalayak karena hal ini menyangkut nasib lingkungan, nasib orang banyak, dan nasib dunia. Pada praktiknya,wartawan haruslah menjadi orang yang paling kritis terhadap situasi yang dimanfaatkan secara negatif oleh banyak orang, dan menjadi pembela kebenaran, barulah PR dan iklan yang mengikutinya di belakang.
Maka, media massa diharapkan tidak hanya menyebarkan slogan-slogan saja, tetapi juga memperhatikan pemahaman atas slogan yang menyangkut isu lingkungan agar terjadi perubahan mendasar dalam setiap individu untuk bertindak dan diharapkan dapat membantu pemulihan kerusakan bumi ini.

No comments:

Post a Comment