Monday, May 3, 2010

Problem Jurnalisme Warga, oleh Agus Sudibyo, Dewan Pers, 07/04/2010

Pengertian Jurnalisme Warga
Jurnalisme warga dapat dikatakan sebagai jurnalisme yang menempatkan warga sebagai subyek, dan dalam hal ini warga dapat secara aktif-partisipatoris terlibat dalam proses pencarian, pengolahan, dan penyajian informasi. Jurnalisme wrga didasari atas adanya kepercayaan bahwa setiap orang dapat menjadi informan sekaligus jurnalis, karena dalam suatu diskusi di ruang public media, warga tidak hanya menonton, tapi mereka dapat berperan aktif menyalurkan apa pendapat mereka. Medium yang digunakan dalam jurnalisme warga adalah media massa elektronik dan online, karena media massa ini mampu memberikan kesemopatan langsung bagi audiensnya untuk dapat berinteraksi secara langsung.

Media memiliki dua fungsi, yaitu sebagai ruang publik dan institusi sosial. Maksud dari media sebagai ruang publik adalah media memiliki peran untuk menyampaikan berita/informasi kepada publik (ruang publik), dan publik dapat menyalurkan opininya melalui media (ruang privat). Jadi, media akan menampilkan berbagai informasi terkini yang dikemas dalam format berita, wawancara, maupun talkshow, yang isinya harus sesuai dengan nilai berita dan kode etik yang berlaku. Dari berita yang ditampilkan, publik akan merespon dengan mengirimkan opini, surat pembaca, tajuk rencana kepada media, yang isinya juga harus sesuai dengan kepantasan ruang publik, proporsional, dan kode etik yang berlaku. Fungsi kedua media sebagai institusi sosial dimaksudkan sebagai sebagai sebuah organisasi yang bersifat sosial dengan membantu memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat. Namun, pada kenyataannya, media telah menjadi indtitusi ekonomi yang bersifat komersil.

Nilai berita itu sendiri meliputi, aktualitas, akurasi, seimbang, relevansi publik, prominensi (ketenaran/kepopuleran), magnitude (kebesaran), proksimitas (kedekatan), kompetensi sumber, dan konflik.

Kode etik jurnalistik secara garis besar berupa, tidak berprasangka; mengandung konfirmasi; tidak sarkastik, sadistis, pornografis; menggunakan bahasa yang benar; berdasarkan fakta.

Problem Jurnalisme Warga
Apakah jurnalisme warga telah dilakukan berdasarkan nilai-nilai berita dan kode etik? Inilah yang menjadi dilema jurnalisme warga dimana terdapat tolak belakang antara kecepatan dengan kelengkapan/kedalaman berita dan informasi, partisipasi publik dengan esensi/kualitas jurnalistik warga itu sendiri, adanya kebingungan antara ruang privat dengan ruang publik dan urusan privat dengan urusan publik, apakah masih ada ruang publik dalam jurnalistik warga yang benar-benar utuh karena sejauh ini kita ketahui bahwa semua hal yang masuk ke media merupakan sesuatu yang berasal dari urusan privat seseorang ataupun sekelompok orang (yang biasanya memiliki kuasa/elit). Maka dari adanya dilema ini, terdapat dua pemikiran yaitu apakah jurnalisme warga merupakan perluasan ukuran dan parameter ruang publik guna memperkuat perwujudan prinsip-prinsip partisipasi publik atau sebagai kolonisasi ruang publik oleh urusan-urusan privat?

Hal tersebut mengakibatkan terjadinya urgensi jurnalisme warga dengan adanya keterbatasan ruang untuk partisipasi politik warga, pemberitaan media yang elitis (tidak menyentuh urusan-urusan masyarakat di akar rumput, dan pemilihan sumber berita pada pemberitaan media yang melulu berorientasi kepada sumber-sumber elit seperti pemerintah, DPR, pakar, intelektual, aktivis.
Media juga memiliki pertanggungjawaban atas hal ini dimana media terlalu autis, asyik dengan dirinya sendiri, media selalu menentukan skala prioritas pemberitaan yang berdasarkan agenda, nilai, orientasi dan keyakinannya sendiri, bukan berdasarkan minat, kepentingan dan kebutuhan pembaca, dan media tidak benar-benar menyadari pelibatan publik dalam penentuan agenda setting media sebagai konsekuensi status ruang publik. Mungkin dalam pemikirannya media memikirkan apa yang dibutuhkan publik saat ini, tapi pada kenyataannya media tidak sepenuhnya tahu apa yang dibutuhkan publik, malah media banyak menayangkan berita dan informasi berdasarkan pemikiran mereka sendiri.

Untuk mengatasi problem ini, apakah yang seharusnya dilakukan? Agus Sudibyo pada akhir perkuliahannya menjelaskan bahwa siapapun pelaku jurnalisme warga harus memahami benar media adalah ruang publik sosial dengan nilai-nilai bakunya (nilai berita dan kode etik jurnalistik); profesi jurnalis bukan profesi sembarangan yang bisa dilakukan secara serampangan; dan berita berbeda dengan informasi satu sisi, gosip, atau syakwasangka. Dengan dimengertinya ketiga poin tersebut, maka diharapkan para pelaku jurnalisme warga dapat melaksanakan kegiatan jurnalistiknya dengan baik dan benar.

No comments:

Post a Comment