Wednesday, June 23, 2010

Pentingnya Media dalam Komunikasi Kesehatan

Di era globalisasi seperti sekarang ini, tak bisa dipungkiri bahwa kehidupan manusia tak bisa lepas dari yang namanya media. Media merupakan alat penting untuk menjangkau masyarakat baik yang ada di daerah, perkotaan bahkan sampai luar negeri. Media sangat berperan penting untuk menjangkau masyarakat luas. Khususnya dalam pembahasan kali ini, adanya penggunaan media massa dalam promosi kesehatan menjadi bagian penting dalam komunikasi kesehatan. Selama 50 tahun terakhir ini studi komunikasi menjadi suatu kekuatan dahsyat bagi pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku bahkan memainkan peran dalam menentukan perubahan sosial terutama di Amerika Latin, Afrika dan Asia.

Media massa dapat menjadi suatu alat yang amat hebat untuk mempromosikan kesehatan dan perubahan sosial di seluruh dunia, namun dalam dirinya terdapat suatu paradoks atau ”kepribadian terbelah”. Di satu sisi, media mendukung pendidikan kesehatan masyarakat. Di sisi lain, Media massa memiliki kekuatan menghipnotis masyarakat lewat iklan yang ditampilkan/disuguhkan. Iklan menjadi suatu instrumen utama dalam promosi yang memiliki pengaruh hebat terhadap gaya hidup masyarakat. Tanpa disadari iklan telah menjadi suatu tangan tak kasat mata yang dengan halus mempengaruhi aneka kebijakan keredaksian tentang bagaimana isu-isu yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial dan kesehatan diliput. Iklan juga menyajikan setumpuk informasi, yang sering memiliki implikasi sosial dan kesehatan , yang kerapkali merugikan upaya kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.

Sebagai sebuah sarana promosi, media massa harus punya komitmen pada perubahan sosial khususnya dalam bidang promosi kesehatan. Namun celakanya, media justru berada dalam bisnis untuk mempertahankan kemapanan. Situasi yang saling bertentangan ini menjadi dilema dalam penggunaan media massa bagi promosi kesehatan dan perubahan sosial yang bermakna. Media malah menjadi suatu alat yang dimanfaatkan dalam mutualisme konspiratif Penguasa dan Pengusaha. Tak pelak lagi, promosi kesehatan dan peningkatan kesejahteraan sosial menjadi amat politis dan kontroversial.

Dalam realisasinya, Media Massa memang menjadi suatu alat yang sangat dibutuhkan baik para Penguasa maupun Pengusaha untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas, namun di sisi lain tak bisa dipungkiri bahwa memang dalam prakteknya media massa punya banyak kendala untuk memberdayakan kesehatan masyarakat. Sangat disayangkan jika media yang begitu berharga dan sangat dibutuhkan hanya dijadikan mesin informasi dan hiburan belaka. Terbukti bahwa media massa amat berperan dalam kegiatan dan gerakan aktivis serta isu kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial seperti KB, AIDS, anti-rokok, narikotika dengan kontribusinya yang tinggi menjangkau masyarakat luas agar peduli pada kesehatan mereka maupun sekelilingnya. Menjadi lebih jelas bahwa makin dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang lebih kreatif dan agresif untuk advokasi media dan pemasaran sosial.

Pemasaran sosial telah berevolusi menjadi suatu pendekatan populer yang memanfaatkan prinsip-prinsip periklanan dan pemasaran untuk ”menjual” perilaku sehat dan kehidupan sosial yang positif untuk memengaruhi dan mengubah perilaku penduduk secara spesifik. Namun ia memiliki sejumlah keterbatasan yang menghambat daya gunanya. Pemasaran sosial juga kerap dikritik karena mempromosikan jalan keluar tunggal bagi masalah-masalah kesehatan dan kesejahteraan sosial yang kompleks.
Komunikasi Kesehatan yang dimaksud disini ialah gabungan aneka disiplin yang terdiri pemasaran sosial, antropologi, analisis perilaku, advertising, komunikasi, pendidikan dll.

Pada prakteknya tentunya Pemasaran Sosial pun tak bisa lepas dari kekurangan yang ada. Sebagaimana manusia yang tak sempurna begitu juga dengan penerapan Pemasaran Sosial. Terdapat kekuatan maupun kelemahan dalam prakteknya. Kekuatan dan kelemahannya sebagaimana yang telah dipaparkan di paragraf sebelumnya, identifikasinya adalah sebagai berikut :
-Kekuatan : Pendekatan populer memanfaatkan prinsip-prinsip periklanan dan pemasaran untuk “menjual” perilaku sehat yang positif.
-Kelemahan : Kerap dikritik hanya mempromosikan jalan keluar tunggal bagi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks. Juga mengabaikan kondisi-kondisi yang dapat mempertahankan/meningkatkan penyakit

Michael Perthchuck, seorang arsitek pendekatan Advokasi Media, memaparkan Advokasi Media adalah penggunaan strategik media massa untuk meningkatkan inisiatif sosial dan masyarakat. Advokasi Media berperan dalam mempromosikan serangkaian strategi untuk menstimulasi peliputan media secara luas, Advokasi Media merangsang pola pikir publik lewat isu atau liputan yang disiarkan agar terjadi suatu debat publik yang tujuannya agar publik memberikan dukungan terhadap kebijakan yang diambil mengenai isu/masalah kesehatan maupun kesejahteraan sosial yang ada. Jadi, pada intinya esensi Advokasi Media lebih dari sekadar meningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang masalah kesehatan. Kekuatannya justru pada melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik. Sebagai contoh, pendekatan advokasi media dapat mengembangkan suatu strategi kampanye anti rokok di kalangan remaja agar para remaja lebih peduli lagi terhadap kesehatannya sendiri sejak dini dan juga terhadap lingkungan sekitarnya (para perokok pasif yang terkena imbas akibat ‘ulah’ perokok aktif), ataupun dengan mengembangkan suatu strategi untuk mendorong peliputan media tentang aspek etis dan legal promosi rokok di kalangan remaja yang dilakukan perusahaan-perusahaan rokok .

Selain advokasi media, ada beberapa jenis advokasi lain yang dikenal di dunia organisasi non-pemerintah, yaitu advokasi litigasi, advokasi legislasi, dan advokasi masyarakat, serta advokasi pemerintah. Advokasi litigasi adalah pemanfaatan peradilan, misalnya somasi dan class-action. Contohnya adalah somasi yang dilakukan sekelompok ornop di Solo dan Yogyakarta terhadap PT BAT Indonesia karena cara promosi rokok Pall Mall yang mereka nilai mengeksploitasi seks. Advokasi legislasi adalah lobi ke pemerintah dan parlemen agar ada aturan main bagi suatu persoalan dengan perangkat peraturan mulai dari Peraturan Daerah hingga Undang-undang. Sedang advokasi masyarakat adalah berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat agar mereka dapat terlibat dalam proses perubahan sosial. Ketiga jenis advokasi yang terakhir ini tentu mempunyai ”nilai berita” bagi kalangan wartawan, sehingga media massa dapat memantau, mendukung atau mengontrolnya. Keempatnya kemudian dapat saling bersinergi menjadi suatu kekuatan kampanye publik yang memiliki kekuatan besar bagi perubahan sosial. Dengan mengadvokasi media, reporter hingga pemimpin redaksi dijadikan mitra. Jenis-jenis advokasi lain juga punya “nilai berita” bagi kalangan wartawan. Semuanya bersinergi jadi KAMPANYE PUBLIK.


Melani Lawongan -FikomUntar-
NIM: 915070067

Sunday, June 20, 2010

Media Massa untuk Masyarakat atau Sebaliknya??

Media massa merupakan alat penyebaran informasi yang berguna bagi khalayak dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya harus berdasarkan fakta dan data yang tepat. Media massa sudah seharusnya menyampaikan kebenaran dan tidak memihak suatu golongan, kelompok, atau individu atas suatu isu baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Media massa harus dapat bersifat netral, dan dapat menjadi sumber masyarakat yang tepat dalam mengetahui informasi, pengetahuan, dan isu yang sedang beredar. Media tidak bisa secara sepihak mengarahkan masyarakat untuk mengikuti secara “gamblang” apa yang disampaikan melalui media dan menganggap bahwa apa yang dikatakan media sepenuhnya adalah benar.

Ironisnya, media tidak sepenuhnya melakukan kewajibannya dengan baik. Seperti halnya media televisi, tidak jarang media tersebut menyuguhkan acara-acara yang sebagian besar hanya berisi hiburan dan konten-konten yang tidak mengedukasi masyarakat, sehingga masyarakat tidak mendapatkan apa yang sepantasnya mereka serap melalui media. Pada awal disiarkannya acara hiburan melalui televisi, banyak orang yang mulai menikmati dan sangat menyukainya. Hampir setiap hari masyarakat mulai menonton televisi dengan berbagai alasan dan kebutuhan, dan biasanya alasan terbesar adalah untuk mendapatkan hiburan dibandingkan acara yang bersifat serius. Hal ini membuat televisi mulai banyak menyuguhkan hiburan demi membuat masyarakat terus menonton dan menyaksikan televisi setiap saat, yang dapat diartikan televisi berusaha mempertahankan dirinya dari kejatuhan dan kejayaannya dengan mengandalkan hiburan yang dapat menaikkan rating dan membuat banyak perusahaan mengiklankan produknya di televisi. Iklan yang masuk akan tergantung dari besarnya rating acara, semakin tinggi rating akan semakin banyak iklan yang masuk yang merupakan pemasukan bagi televisi itu sendiri. Tetapi hiburan yang ditayangkan pun ada yang tidak memiliki unsur edukasi sedikit pun, dan tetap ditayangkan demi rating karena banyak disukai masyarakat.

Selain itu, media yang berfungsi sebagai ruang publik bagi masyarakat, justru terlihat menjadi ruang privat bagi sekelompok orang atau golongan yang biasanya memiliki kuasa atau elit baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Hal ini terlihat dari banyaknya konten media yang semakin banyak dan menjurus ke pemberitaan mengenai kelompok elit tersebut. Pemberitaan yang ada akan melulu seputar masalah dan kepentingan media itu sendiri bukan berdasarkan pada apa yang dibutuhkan masyarakat. Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab media melakukan ini adalah karena adanya pengaruh-pengaruh kelompok elit tertentu pada masing-masing media.

Jika dilihat dari dua penjelasan sebelumnya mengenai media, maka dapat dikatakan media sekarang yang mengatur masyarakat berusaha untuk mengikuti dan menyukai apa yang media berikan, bukan media yang berusaha untuk membuat masyarakat mengatakan apa yang penting dan dibutuhkan masyarakat saat ini. Media merasa bahwa mereka telah memberikan apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat, tapi sebenarnya media sedang memberikan apa yang menurut mereka masyarakat membutuhkannya.
Apakah ini yang benar-benar diinginkan media? Bagaimana jadinya jika media terus melakukan hal ini dan tidak menyadari apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat? Kemajuan masyarakat di negara ini tentunya harus dapat dilakukan dengan baik, dan salah satu cara terbaik untuk membuat kemajuan tersebut dengan melalui media. Media harus mulai melakukan perubahan pada informasi dan konten untuk dapat membawa masyarakat menjadi lebih terbuka, kritis dan berusaha untuk bersama-sama memajukan negara ini.

Feliciana _Fikom Untar_
915070079

Tuesday, June 15, 2010

Global Warming??

Apa itu Global Warming ??
Global Warming adalah peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Peningkatan suhu ini terjadi karena efek rumah kaca, polusi udara (pembuangan gas CO2 ke udara yang menyebabkan semakin tipisnya lapisan ozon), serta penggunaan barang-barang yang tidak ramah lingkungan.

Pemanasan suhu secara global ini, menyebabkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungan, seperti perubahan cuaca yang tidak menentu, perubahan iklim, naiknya permukaan air laut, dan perubahan ekologis. 

Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena dampak dari Global Warming. Untuk mengatasi hal ini, sebagai masyarakat Indonesia yang sadar akan dampak dari Global Warming perlu mengadakan penghijauan agar bumi ini tidak semakin panas.

Bagaimana cara melakukan penghijauan???
▪ Tanamlah pohon sebanyak mungkin
▪ Efisienkan penggunaan bahan bakar yang
▪ Belilah produk-produk yang ramah lingkungan
▪ Hemat penggunaan kertas dan listrik
▪ Daur ulang produk yang sudah tak terpakai

Sebagai generasi muda saat ini, kita harus menanamkan sikap peduli pada lingkungan tempat kita tinggal, bumi kita tercinta. Kita bisa melakukan banyak sekali cara agar bumi kita tidak semakin panas, salah satunya adalah dengan menyuarakan dan mempromosikan Go Green. Namun, tidak hanya bersuara dan promosi saja, kita sendiri juga harus ikut andil dalam program Go Green dan menanamkan hidup Go Green dalam diri kita, agar apa yang kita lakukan dapat menjadi panutan bagi semua orang.

Selain generasi muda, media juga harus ikut berperan dalam menjelaskan kepada sebagian masyarakat yang belum mengerti soal Global Warming dan dampak yang akan terjadi akibat itu. Tujuannya agar masyarakat itu mengerti dan mulai melakukan Go Green dari sekarang. Kerjasama dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi pemanasan global. Semakin cepat dan semakin banyak orang yang melakukan Go Green, maka bumi akan semakin lama bertahan untuk kita semua.

Yuliani Fikom Untar
915070058

Monday, June 14, 2010

The Difference Between Maskulin And Feminin

Semua dari kita tentunya pernah mendengar sebutan maskulin dan feminin, namun apakah kita benar-benar paham apa yang dimaksud dengan maskulin dan feminin?? Maskulin dan feminin sebenarnya merupakan klasifikasi dari gender. Gender berbeda dengan jenis kelamin, yang terbagi menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan.

Gender bersifat lebih komplek dari jenis kelamin. Gender sifatnya universal tidak kaku, gender terbentuk oleh lingkup sosial sedangkan jenis kelamin berdasarkan biologis sepenuhnya.

Ternyata perbedaan gaya komunikasi gender antara maskulin dan feminine sangatlah berbeda. Namun perbedaan tersebut bersifat unik. Kita pun dapat mempelajari perbedaan dari masing-masing gender, sehingga semakin kita banyak mengetahui tentang perbedaan tersebut maka kita akan semakin mampu beradaptasi dengan percakapan lintas gender dan dapat menentukan secara tepat gaya komunikasi apa yang cocok.

Dalam berkomunikasi, feminine dan maskulin memiliki gayanya sendiri-sendiri. Sebagai contoh, orang feminin cenderung mengungkapkan diri lebih sering ketimbang orang-orang maskulin, dan lebih bersifat pribadi. Orang feminin cenderung berkomunikasi dengan rasa kasih sayang, dengan keakraban dan kepercayaan yang lebih besar daripada orang-orang yang maskulin.

Secara umum, orang feminine lebih banyak berkomunikasi dan memprioritaskan komunikasi lebih dari maskulin. Berbeda dengan orang maskulin mereka membentuk persahabatan dengan orang-orang maskulin lain hanya berdasarkan kepentingan bersama, sementara orang feminine membangun persahabatan dengan orang-orang feminin lain berdasarkan rasa saling mendukung.

Orang maskulin mengharapkan kompetisi dalam persahabatan mereka. Mereka menghindari komunikasi yang menunjukkan kelemahan dan kerentanan diri mereka, sedangkan orang feminine tidak keberatan berkomunikasi tentang kelemahan dan kerentanan mereka. Bahkan orang feminin sering merasa lebih dekat dengan teman-teman mereka jika mereka menceritakan kelemahan mereka. Orang maskulin cenderung untuk melompat dari topik ke topik lain saat berbicara, tapi orang feminin cenderung untuk berbicara panjang lebar tentang satu topik.

Akhirnya dari perbedaan komunikasi gender tersebut seorang ahli bernama Julia T. Wood menghasilkan teori komunikasi lintas gender. Dimana pada teori-teori tersebut banyak membahas tentang gaya komunikasi anter gender. Menurutnya kesalahpahaman yang sering muncul antara maskulin dan feminin terjadi karena adanya perbedaan gaya interaksi terhadap reaksi menerima suatu pesan antara maskulin dan feminine.

Julia T. Wood memberikan saran agar perbedaan gender tidak menghalangi proses komunikasi yang efektif antara maskulin dan feminin. Maka itu Ia menganjurkan agar setiap individu dapat menahan diri terhadap kecenderungan menghakimi dan mencoba mengeksplorasi serta memahami satu sama lain. Agar komunikasi antar gender tetap berjalan dengan harmonis dan efektif.

Verawati -Fikom Untar-
NIM: 915070059

Sunday, June 13, 2010

Media dan Public Relations, oleh Rachmi Hidayati, 09/06/2010

Tugas dari pers adalah menyiarkan berita yang dibutuhkan oleh pembacanya, menjelaskan duduk persoalan dalam suatu permasalahan, serta memberikan pemahaman bagi pembaca agar pembaca mampu mengambil manfaat dari informasi yang telah disampaikan.

Tugas dari publik relation atau PR adalah memajukan perusahaan, menginformasikan berbagai hal yang dilakukan perusahaan serta menjelaskan duduk perkara dari persoalan yang muncul untuk kepentingan perusahaan.

Cara PR dalam mengkomunikasikan kepentingan perusahaan yaitu melalui media, gathering, dan membuat leaflet yang dibagikan langsung kepada masyarakat.

Dalam mengatasi suatu isu negatif yang berkembang di masyarakat, media dan public relation harus bekerja sama. Kerjasama dan saling pengertian sangat dibutuhkan bagi PR maupun media untuk menanggulangi efek negatif dari suatu pemberitaan. Walaupun media dan PR memiliki kepentingan yang berbeda namun perbedaan tersebut dapat dipertemukan melalui dialog antara keduanya. Tugas PR bukan saja menyediakan kepentingan perusahaan tetapi juga kepentingan para wartawan untuk dapat menyampaikan duduk persoalan yang benar.

Tantangan baru bagi wartawan pada saat ini adalah wartawan harus menghadapi lingkungan dimana waktu membaca masyarakat umunya sangat pendek. Saat ini, wartawan tidak cukup lagi jika hanya membuat reportase, melainkan harus membuat interpretative reporting. Interpretative reporting membuat wartawan lebih memahami persoalan dan cerdas dalam merumuskan masalah yang terjadi sehingga wartawan dapat menggali kebenaran dari suatu peristiwa untuk diberitakan secara mendalam kepada masyarakat.

Saturday, June 12, 2010

Komunikasi Kesehatan dan Advokasi Media, oleh Irwan Julianto, 02/06/2010

Penggunaan media massa dalam promosi kesehatan merupakan bagian penting dalam komunikasi kesehatan. Menurut Prof Everett M. Rogers dalam buku Health Communication yang ditulis Piotrow et.al. (1997), selama 50 tahun terakhir kita telah menyaksikan studi komunikasi diterapkan menjadi suatu kekuatan dahsyat bagi pendidikan kesehatan, perubahan perilaku dan perubahan sosial. Dengan pertumbuhan media massa dan metode-metode ilmiah untuk mengukur dampaknya, komunikasi kini memainkan peranan menentukan dalam perubahan sosial, terutama di Amerika Latin, Afrika dan Asia.

Media massa dapat menjadi suatu alat yang amat hebat untuk mempromosikan kesehatan dan perubahan sosial di seluruh dunia, namun dalam dirinya terdapat suatu paradoks atau ”kepribadian terbelah”. Lawrence Wallack, dalam bukunya Mass Communication and Public Health – Complexities and Conflicts yang ditulis dan disuntingnya bersama Charles Atkins (1990) mencatat bahwa di satu pihak kampanye pendidikan kesehatan secara umum menyajikan pesan yang penuh pengertian dan menyejukkan dalam gaya hidup, namun di pihak lain iklan, sebagai suatu instrumen utama dalam promosi, terbukti memiliki pengaruh yang hebat terhadap masyarakat kita. Iklan menjadi landasan ekonomi bagi kegiatan media massa. Tanpa disadari iklan telah menjadi suatu tangan tak kasat mata yang dengan halus mempengaruhi aneka kebijakan keredaksian tentang bagaimana isu-isu yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial dan kesehatan diliput. Iklan juga menyajikan setumpuk informasi, yang sering memiliki implikasi sosial dan kesehatan , yang kerapkali merugikan upaya kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.

Media massa sebagai sarana promosi kesehatan yang efektif harus punya komitmen pada perubahan sosial namun celakanya, yang terjadi adalah media justru berada dalam bisnis untuk mempertahankan kemapanan. Situasi yang saling bertentangan ini menjadi dilema dalam penggunaan media massa bagi promosi kesehatan dan perubahan sosial yang bermakna. Tak pelak lagi, promosi kesehatan dan peningkatan kesejahteraan sosial menjadi amat politis dan kontroversial. Jika suatu masyarakat serius dengan promosi kesehatan dan kesejahteraan sosial pada umumnya, maka media massa harus meredefinisikan masalah-masalah mendasar sehingga dengan demikian strategi-strategi yang cukup luas dapat dikedepankan. Kendati media massa memiliki berbagai kendala dalam masyarakat dewasa ini, tetap ada potensi bagi kemajuan dalam bidang ini. Media massa adalah sumber daya yang kelewat berharga jika hanya digunakan sebagai suatu mesin informasi dan hiburan belaka. Mereka harus digunakan menjadi alat untuk mendorong pemahaman dan perubahan.

Media dimanfaatkan dalam mutualisme konspiratif Penguasa dan Pengusaha. Sehingga dalam hal ini penggunaan media massa untuk advokasi kesehatan jadi dilema.
Advokasi kesehatan menjadi sesuatu yang bersifat politis & kontroversial. Media massa memang punya banyak kendala untuk memberdayakan kesehatan masyarakat. Namun ia kelewat berharga jika cuma dijadikan mesin informasi dan hiburan belaka. Terbukti media massa amat berperan dalam kegiatan dan gerakan aktivis dalam isu-isu kesehatan masyarakat dan kesejahteraan sosial untuk topik AIDS, rokok, dan narkotika yang telah memberikan kontribusi untuk peninjauan ulang strategi-strategi yang paling efektif bagi penggunaan media massa. Menjadi lebih jelas bahwa makin dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang lebih kreatif dan agresif untuk advokasi media dan pemasaran sosial.

Pemasaran Sosial ialah model pendekatan sistematis yang menggunakan riset konsumen dan sejumlah saluran komunikasi untuk mempengaruhi dan mengubah perilaku penduduk secara spesifik.
Komunikasi Kesehatan = Gabungan aneka disiplin: pemasaran sosial, antropologi, analisis perilaku, advertising, komunikasi, pendidikan dll.

Ada 5 (lima) langkah Pemasaran Sosial untuk Kesehatan :
1. Penilaian (assess)
2. Perencanaan (plan)
3. Pre-test materi edukasi (pre-test)
4. Penerapan intervensi (deliver)
5. Pemantauan (monitor)

Model P-Process Johns Hopkins juga punya 5 langkah:
–Analisis
–Desain strategis
–Pengembangan-pretesting-revisi-produksi
–Manajemen-implementasi-pemantauan
–Evaluasi dampak
Langkah tambahan: perencanaan kelangsungan program

KEKUATAN DAN KELEMAHAN PEMASARAN SOSIAL
Kekuatan : Pendekatan populer memanfaatkan prinsip-prinsip periklanan dan pemasaran untuk “menjual” perilaku sehat yang positif
Kelemahan : Kerap dikritik hanya mempromosikan jalan keluar tunggal bagi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks. Juga mengabaikan kondisi-kondisi yang dapat mempertahankan/meningkatkan penyakit


ADVOKASI MEDIA
Menurut Michael Pertschuck, salah seorang arsitek pendekatan ini, Advokasi Media adalah penggunaan strategik media massa untuk meningkatkan inisiatif sosial atau masyarakat (Smoking Control, 1988). Advokasi media berperan dalam mempromosikan serangkaian strategi untuk menstimulasi peliputan media secara luas dalam rangka membentuk ulang debat publik untuk meningkatkan dukungan masyarakat bagi pendekatan-pendekatan kebijakan yang lebih efektif untuk masalah-masalah kesehatan dan kesejahteraan sosial. Ia tidak secara langsung berupaya mengubah perilaku berisiko individual, namun memfokuskan perhatian pada perubahan cara pemahaman masalah sebagai suatu isu kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, pendekatan advokasi media dapat mengembangkan suatu strategi untuk :
- mendorong peliputan media tentang aspek etis dan legal promosi rokok di kalangan remaja yang dilakukan perusahaan-perusahaan rokok (Kasus Pall Mall).

KEKUATAN ADVOKASI MEDIA
-Advokasi media: konsep yang relatif baru
-Banyak dikaitkan dengan gerakan pengendalian rokok di AS, Inggris, Kanada
-Esensi advokasi media lebih dari sekadar meningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang masalah kesehatan. Kekuatannya justru pada melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik.

JENIS-JENIS ADVOKASI LAIN
-Selain advokasi media, ada advokasi litigasi, advokasi legislasi, dan advokasi masyarakat, serta advokasi pemerintah
-Dengan mengadvokasi media, reporter hingga pemimpin redaksi dijadikan mitra
-Jenis-jenis advokasi lain juga punya “nilai berita” bagi kalangan wartawan
-Semuanya bersinergi jadi: KAMPANYE PUBLIK


SENJATA AMPUH: RASA MALU
-Masyarakat mau mendengar apa-apa yang menarik bagi mereka.
-Pejabat tertarik mendengar apa-apa yang mempermalukan mereka
-Radio dapat amat efektif digunakan untuk advokasi kesehatan masyarakat:
       –Under-used media
       –Narrowcasting and self-targeting media


EVOLUSI JURNALISME
-Tidak selalu “Bad news is good news”
-Buktinya muncul Jurnalisme Damai (pada saat ethnic-cleansing di Rwanda), Compassionate Journalism (Jurnalisme Empati) untuk AIDS
-Bukan hanya Jurnalisme Fakta, tapi sudah berevolusi menjadi Jurnalisme Makna, yang “memproduksi” makna

Friday, June 4, 2010

Teknologi Komunikasi dan Perubahan Sosial, oleh Drs.Eko Harry Susanto, 26/05/2010

Perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial dan proses tersebut mengubah cara–cara umat manusia hidup sehari–hari. Perubahan sosial terjadi salah satunya diakibatkan oleh teknologi komunikasi seperti halnya televisi dan komputer (internet) membuat manumpuknya informasi di bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Teknologi komunikasi memiliki peran utama dalam menerapkan kebijakan kebudayaan dan membantu mendemokrasikan kebudayaan, melalui pola penyebaran informasi yang lebih cepat diterima oleh khalayak, maka dari itu, pengawasan masyarakat menjadi penting dan tidak boleh dikesampingkan. Namun, perubahan sosial akibat teknologi komunikasi juga dapat mengakibatkan rusaknya unit-unit politik dan sosial yang sebelumnya dipercaya secara umum yang dapat berpengaruh terhadap sikap dan prilaku masyarakat yang semula mengandalkan nilai. Hal ini dikarenakan modernisasi dan industrialisasi yang bergerak ke luar mempengaruhi setiap tatanan sosial masyarakat sebelumnya.
Teknologi komunikasi dalam perusahaan multinasional juga mampu mengubah kondisi sosial masyarakat setempat karena mereka tidak hanya memupuk modal dan memanfaatkan teknologi serta menjualnya ke pasar komunikasi, mereka juga menjual sejumlah kebutuhan sosio kultural yang merupakan sarana tempat bersatunya ide, rasa, nilai dan kepercayaan.

Demokrasi, HAM dan Teknologi Komunikasi
Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dirasakan telah mengalami proses difusi karena perkembangan teknologi komunikasi yang digunakan media massa, karena maknanya hampir tidak bisa dibedakan. Demokrasi mengandung makna kekuasaan di tangan rakyat, rakyat yang berdaulat menentukan jalannya sebuah pemerintahan, dan setiap rakyat juga memiliki hak-hak mereka untuk bisa menjalankan proses demokrasi tersebut. Namun, rakyat juga harus menjadi partner yang aktif bukan hanya sebagai obyek komunikasi dengan bertambahnya keanekaragaman pesan dan perkembangan kualitas, sehingga demokrasi dan hak-hak manusia dapat terealisasikan dengan baik.
Banyak isu-isu demokrasi selalu menjadi perhatian dari negara-negara maju dalam pemberian bantuan, hutang maupun berbagai macam bentuk kerjasama lainnya, hingga akhirnya demokrasi selalu dikaitkan dengan bantuan luar negeri. Penyimpangan tersebut dipicu oleh kekuatan ideologi pembangunan ekonomi dan stabilitas politik. Demokrasi universal yang tidak diartikan sendiri untuk kepentingan pemerintah seringkali berseberangan dengan rezim berkuasa yang menafsirkan demokrasi secara integralistik yang justru menghambat kebebasan politik, ekonomi maupun sosial, termasuk didalamnya kebebasan untuk memperoleh informasi. Padahal, kebebasan adalah syarat demokrasi yang paling utama dan berharga yang didapatkan melalui perjuangan yang sulit melawan kekuatan politik, ekonomi dan penguasa. Kebebasan adalah penjaga demokrasi yang ampuh. Diharapkan teknologi komunikasi yang telah membawa isu-isu demokrasi dengan bantuan luar negeri tersebut dapat menjadi jalan yang tepat untuk membawa kembali kebebasan yang salalu diperjuangkan itu.

Wednesday, May 19, 2010

Semiotik, oleh Kurnia Setiawan S.Sn, M.Hum, C.Ht

Pada kelas kapita kali ini Pak Kurnia membahas mengenai semiotik. Di awal kuliah Pak Kurnia menjelaskan tentang adanya perbedaan makna dan persepsi dari tiap orang terhadap suatu peristiwa apabila suatu kejadian yang sama diungkapkan dengan cara yang berbeda. Pembahasan tersebut berkaitan dengan bidang ilmu yang akan di bahas pada kali ini yaitu ilmu Semiotik.

Semiotik merupakan suatu ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaaan berfungsi untuk menggali sebuah makna. Istilah Semiotik berasal dari kata Yunani seme; semeiotikos; penafsir tanda yang berarti ‘tanda’‘sign’ dalam bahasa Inggris, yaitu ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Perintis awal semiotika adalah Plato yang memeriksa asal muasal bahasa.

Dalam kajian ilmu semotik, tanda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tanda alami (natural) dan tanda yang disepakati (konvensional). Tanda alami (natural) merupakan tanda yang hamper dikenali oleh setiap manusia seperti contohnya mendung. Merupakan gejala alam atau tanda alam yang diketahui oleh setiap manusia. Berbeda dengan tanda yang disepakati (konvensional) contoh menggelengkan kepala bagi orang Indonesia menandakan tidak mau tetapi bagi orang dari bangsa India makna menggelengkan kepala punya arti yang berbeda yakni mengiyakan sesuatu.

Selain plato terdapat pula beberapa ilmuwan yang juga meneliti tentang kajian ilmu yang berhubungan dengan tanda, dan masing-masing memiliki persepsi tersendiri tentang kajian ilmu mengenai semiotik atau tanda.
1.St. Agustinus (354 – 430) mengembangkan teori tentang signa data (tanda konvensional). Persoalan tanda menjadi obyek pemikiran filosofis. Studi dibatasi mengenai hubungan kata fisik berhubungan dengan kata mental.
2.William of Ockham, OFM (1285 – 1349) mempertajam studi tanda. Tanda dikategorikan berdasarkan sifatnya. Apakah ia di alam mental dan bersifat pribadi, ataukah diucapkan/ ditulis untuk publik.
3.John Locke (1632 – 1740) melihat eksplorasi tentang tanda akan mengarah pada terbentuknya basis logika baru. Hal ini tertuang dalam karyanya “An Essay Concerning Human Understanding (1690)”.

Sebab pada mula Ilmu Semiotik berkembang hanya pada lingkup pemaknaan teks saja maka semiotik juga dikenal dengan istilah Semiology.

Ferdinand de Saussure (1857 – 1913)
Semiology pertama kali di Konsep semiologi diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure (1857 – 1913), Berasal dari Swiss yang mengajar sansekaerta dan liguistik sejarah. Pendekatan Saussure tentang bahasa berbeda dari pendekatan filolog abad 19, dia mengkaji liuistik secara sinkronik,
bukan diakronik.Catatan diterbitkan dalam buku oleh muridnya ”Cours de Liguistique Generale”. Saussure mendefinsikan tanda liguistik sebagai entitas dua sisi (dyad). Sisi pertama disebut penanda (signifier); Sisi kedua adalah petanda (signified).
• Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified).
• Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.
• Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa.
• Tanda liguistik (antara penanda dan petanda) bersifat arbitrer
o Konsep tantang anjing tidak harus dibangkitkan oleh penanda dalam bentuk bunyi a/n/j/i/n/g; karena bagi orang Inggris pengertian anjing diperoleh melalui kata “dog”.
• Terhubungnya sebuah penanda dan petanda hanya dapat dimungkinkan oleh bekerjanya sistem relasi atas kesepakatan (konvensi).
• Tanda dapat bekerja karena ada difference, artinya dia dapat dibedakan dengan tanda – tanda lainnya.
• Fenomena bahasa dibentuk oleh dua faktor; parole – ekspresi kebahasaan dan langue – sistem pembedaan di antara tanda – tanda. Struktur konsepsi dasar tentang langue berkaitan dengan kombinasi dan substitusi elemen – elemen bahasa (hubungan paradigmatik-sintagmatik.

Charles Sanders Peirce (1839 – 1914)
Seorang filsuf berkebangsaan Amerika, mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Ia mengembangkan Teori tanda yang dibentuk oleh tiga sisi;
1.Representamen (tanda)
2.Objek (sesuatu yang dirujuk oleh tanda)
3.Interpretant (efek yang ditimbulkan;hasil), ada 3 yaitu, immediate interpretant (makna pertama), dynamic interpretant (makna dinamis), final interpretant (makna akhir)

Peirce memperkenalkan sifat dinamisme internal dalam tanda. Interpretant yang tersamar memungkinkan ia menjelma menjadi tanda baru (rantai semiosis).
Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu:
- Sintaksis mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan.
- Semantik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.
- Pragmatik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.

Roland Barthes (1915 - 1980)
Berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Tulisan – tulisan pada majalah Prancis “Les Letters Nouvelles”, membahas ‘mitologi’ bulan ini. Menunjukan bagaimana aspek denotatif tanda – tanda dalam budaya pop yang menyingkap konotatif (mitos – mitos) yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat.

Semiologi Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).
“Mitos – mitos yang menyelimuti hidup kita bekerja sedemikian halus, justru karena mereka terkesan benar – benar alami. Dibutuhkan sebuah analisis mendalam, seperti yang dilakukan oleh semiotika.”

Barthes mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, berbeda dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama. Denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Friday, May 14, 2010

New Media dan Social media, oleh Suharjono, 12/05/2010

Pada zaman dahulu sebelum internet berkembang, media cetak dan media televisi merupakan media yang cukup mempengaruhi pemikiran banyak orang. Namun seiring berkembangnya zaman, trend pun berubah, internet pada saat ini turut berkontribusi dalam mempengaruhi pemikiran orang.

Pada tahun 2008, pengguna media internet di Indonesia saja sudah mencapai 35 juta orang, pada tahun 2010 ini, pengguna internet diperkirakan sudah mencapai 50 juta orang. Bertambahnya pengguna internet dari tahun ke tahun disebabkan oleh beberapa faktor yakni ; Pertama, tarif internet yang relatif cukup murah. Apalagi saat ini, jika kita ingin mengakses web, bisa langsung dari telepon genggam. Sangat praktis dan tarifnya pun sangat murah. Kedua, jaringan internet yang sudah menglobal. Dengan tarif yang cukup murah, kita sudah bisa berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia, contoh : chatting atau facebook ( sebuah situs pertemanan global ), jadi jika kita membuat account disana kita sudah dapat berinteraksi dengan orang-orang di luar negara kita. Ketiga, teknologi internet mampu menampilkan semua jenis berita. Kita dapat mencari gambar, foto, video, ataupun kita juga dapat mendengar radio di internet. Keempat, pada saat ini iklan media online pun sudah mulai bertumbuh. Biro iklan mulai membangun divisi khusus untuk iklan online. Iklan-iklan online di internet juga dibuat sangat interaktif dan menarik. Kelima, akses mobile. Ketergantungan masyarakat saat ini sangat tinggi terhadap handphone, Terlebih lagi handphone sekarang menyediakan fasilitas untuk mengakses situs seperti facebook, twitter, dan lainnya. Namun, kembali lagi kita harus bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi tersebut dengan benar, sehingga dapat memberi dampak positif kepada kita.

Pada zaman sekarang, konsep komunikasi satu arah tidak digunakan lagi, contohnya seperti konferensi pers (mengundang media), saat ini sudah memasuki era sosial media marketing, yaitu dimana kita melakukan pemasaran sebuah produk dengan sosial media yang lebih interaktif. Contohnya, kita meng-upload foto produk yang kita perdagangkan di facebook atau twitter. Pada saat kita memasukkan foto tersebut, orang lain dapat langsung menanyakan mengenai produk tersebut, dan kita juga dapat langsung membalas komentar orang itu. Sangat interaktif ,cepat dan mudah.

New Media
• Era baru Jurnalisme
• Menyajikan semua jenis informasi’
• Convergent jounalism jadi trend
• Proses produksi cross media
• Jurnalis multi skill ( reporter dapat melaporkan foto, video, tulisan sekaligus)

Media online tidak dikuasai oleh beberapa media besar seperti MNC, Kompas, dan Jawa Post, kita memiliki kebebasan untuk memilih media di internet, dan sekarang sudah banyak media online baru yang muncul seperti kaskus, indowebster, dan lainnya yang dapat kita manfaatkan untuk memperoleh berita atau informasi.

Saturday, May 8, 2010

Simbol dan Arsitektur, oleh Eduard Tjahjadi, 05/05/2010

Symbol
Secara etymology symbol berasal dari kata symbolum (Latin) dan symbolon σύμβολον (Greek ) yang artinya adalah objek, gambar, tulisan, suara, atau tanda tertentu yang mewakili sesuatu yang lain oleh asosiasi, kemiripan, atau konvensi.
Symbol merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan sesuatu yang telah berlangsung di semua kebudayaan sepanjang waktu, symbol juga mencerminkan intelektualitas, emosi dan spririt manusia. Symbol memungkinkan terjadinya sebagian besar hubungan komunikasi manusia dalam bentuk tertulis maupun verbal, gambar ataupun isyarat serta merupakan bahasa universal lintas budaya dan zaman. (David Fontana, The Secreat Language of Symbols, A Visual Key to Symbols and Their Meanings. Chronicle Books, San Francisco, 1994).

Arsitektur
Berasal dari kata Architectura –Latin dan Arkitekton, ὰρχιτεκτονική – arkhitektonike – Greek yang artinya yaitu kepala atau pemimpin dan pembangun atau tukang kayu (Τεκτονική) maksudnya adalah seni dan ilmu merancang bangunan dan struktur fisik lainnya.
Arsitektur, dalam definisi yang lebih luas meliputi semua kegiatan desain :
• dari level mikro (desain bangunan atau bangun-bangunan, kompleks bangunan, desain furnitur)
• ke tingkat makro (desain perkotaan: kawasan, bagian kota, arsitektur lansekap)
Saat ini, arsitektur dapat merujuk kepada aktivitas merancang sistem apapun dan sering digunakan dalam dunia TI.

Karya arsitektur sering dianggap sebagai :
• karya seni
• simbol politik dan budaya

Sejarah peradaban manusia sering diidentikkan dengan karya arsitektur yang masih ada sebagai bagian perjalanan peradaban manusia itu sendiri. Arsitektur lahir dari dinamika antara, kebutuhan dan cara, tempat tinggal dan bahan bangunan, keamanan dan teknologi, ibadah dll dan keterampilan yang tersedia. Vitruvius, arsitek Roma pada awal abad ke-1 Masehi berpendapat bangunan yang baik harus memnuhi 3 prinsip (De Architectura), yaitu firmitatis (daya tahan, berdiri kokoh dan tetap dalam kondisi baik), utilitatis (bermanfaat dan berfungsi dengan baik bagi orang-orang yang menggunakannya), dan venustatis (keindahan, menyenangkan orang dan meningkatkan semangat mereka).

Dalam banyak peradaban kuno, arsitektur dan urbanisme mencerminkan keterlibatan konstan dengan yang ilahi dan supernatural.
Budaya tradisional melibatkan faktor-faktor yang bersifat :
• fisik
• nonfisik --> khususnya bersifat simbolik
- Simbol-simbol digunakan untuk mengkomunikasikan makna susunan
tertentu
Kota Terlarang merupakan salah satu contoh bangunan yang mencerminkan seni bangunan klasik Cina dan arsitektur feodal yang sangat memperhatikan budaya tradisionalnya. Kota Terlarang dibangun pada tahun 1407 oleh Kaisar Dinasti Ming ke III, dan merupakan karya arsitektur yang dilindungi UNESCO.

Monday, May 3, 2010

Lingkungan dan Media Massa, oleh Evi Mariani Sofian, 28/04/2010

Slogan VS Isu Penting
Saat ini sering sekali kita mendengar slogan "Let's Go Green". Sebuah slogan yang telah menjadi buah bibir masyarakat beberapa tahun belakangan ini. Slogan tersebut muncul sejak Conference of Parties 13 United Nations Conference for Climate Change (UNFCCC) pada Desember 2007, ditambah dengan munculnya film Al Gore The Inconvenient Truth, mulai mengulas isu-isu lingkungan seperti pemanasan global dan berbagai dampaknya. Maka dari itu, media massa, dunia iklan dan public relations beramai-ramai merangkul isu lingkungan, isu yang sebelumnya dianggap kurang seksi dibanding politik, HAM dan HIV/AIDS, untuk menjadi isu utama bagi masyarakat.
Dengan munculnya berbagai isu lingkungan tersebut, maka banyak pihak yang merasa peduli terhadap dampak dan mulai mengeluarkan slogan-slogan terkait dengan kepeduliannya terhadap lingkungan, seperti Let’s go green, mari menanam pohon, belanja pakai tas sendiri, produk ini ramah lingkungan, dsb. Hal ini tentunya memiliki arti positif, jika slogan yang disebarkan dapat benar-benar direalisasikan dengan tindakan yang sesuai. Pada kenyataannya, slogan-slogan tersebut hanya digunakan sebatas slogan saja. Tidak banyak orang yang sadar betul akan makna sebenarnya dibalik slogan-slogan itu, yang dilakukan hanyalah ikut menyebarkan slogan tanpa melakukan perubahan mendasar pada lingkungan yang sudah disepakati oleh dunia akan semakin rusak ini.
Isu lingkungan bukan hanya sekedar slogan yang disebarluaskan sehingga menjadi lebih penting daripada isu lingkungan itu sendiri. Isu lungkungan yang menyatakan adanya pemanasan global dan perubahan iklim tidak benar-benar dipahami oleh masyarakat.
Temperatur dunia saat ini memanas setiap tahunnya, menyebabkan perubahan cuaca di beberapa tempat di dunia. Intinya seluruh dunia mengalami perubahan pada pola cuaca dimana musim dan cuaca tak lagi bisa diramalkan dengan pola sebelumnya. Seperti misalnya saja, di Indonesia, para ilmuwan meramalkan beberapa pulau besar akan mengalami cuaca ekstrem, yaitu kemarau yang lebih panjang dari biasanya, dan banjir besar di musim hujan akibat jumlah air yang kurang lebih sama turun di musim hujan yang lebih pendek. Jawa, Sumatra dan Sulawesi akan mengalaminya. Kalimantan disebut-sebut sebagai pulau yang relatif cukup aman. Penyebab dari ini adalah pelepasan CO2 dan emisi lain yang merusak lapisan ozon yang melindungi bumi dari terik sinar matahari. CO2 muncul dari berbagai macam sumber, yang utama adalah dari bahan bakar berbasis fosil, seperti semua turunan minyak bumi dan batu bara. Penjelasan tersebutlah yang mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global yang semakin merusak bumi dan lingkungan kita.

Isu lingkungan yang harus disadari ssat ini adalah:
  • Mencari energi yang sungguh-sungguh ramah lingkungan (angin, matahari, geothermal).
  • Menjaga hutan yang masih ada. Tiga negara dengan hutan terbesar: Brazil, Republik Congo dan Indonesia.
  • Mengurangi polusi udara dan air, yang dipercaya bisa melepas emisi seperti CO2 dan metan ke udara.
  • Mengurangi sampah yang juga mengeluarkan emisi.
  • Menghemat air sebab air akan menjadi komoditi yang langka saat cuaca ekstrem menimpa manusia.
  • Menghemat energi untuk mengurangi emisi dari fossil fuel.
  • Mengubah gaya hidup dari yang boros menjadi yang lebih ramah lingkungan. Misalnya mengurangi daging karena peternakan intensif juga mengeluarkan emisi.
Maraknya isu lingkungan yang tersebar dalam masyarakat membuat berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab ingin mengambil keuntungan yang besar. Banyak produk dan perusahaan yang mengklaim bahwa praktiknya ramah lingkungan, hingga mereka menjual lebih mahal dari produk biasa, namun ketika dilakukan penelitian, semua hanyalah bohong belaka. Dengan adanya kasus seperti ini, pihak media massa terutama wartawan, harus bersikap jujur, kritis dan tidak memihak. Wartawan harus benar-benar mencari informasi mengenai isu lingkungan sesuai fakta dan data, untuk kemudian disebarkan pada khalayak karena hal ini menyangkut nasib lingkungan, nasib orang banyak, dan nasib dunia. Pada praktiknya,wartawan haruslah menjadi orang yang paling kritis terhadap situasi yang dimanfaatkan secara negatif oleh banyak orang, dan menjadi pembela kebenaran, barulah PR dan iklan yang mengikutinya di belakang.
Maka, media massa diharapkan tidak hanya menyebarkan slogan-slogan saja, tetapi juga memperhatikan pemahaman atas slogan yang menyangkut isu lingkungan agar terjadi perubahan mendasar dalam setiap individu untuk bertindak dan diharapkan dapat membantu pemulihan kerusakan bumi ini.

Problem Jurnalisme Warga, oleh Agus Sudibyo, Dewan Pers, 07/04/2010

Pengertian Jurnalisme Warga
Jurnalisme warga dapat dikatakan sebagai jurnalisme yang menempatkan warga sebagai subyek, dan dalam hal ini warga dapat secara aktif-partisipatoris terlibat dalam proses pencarian, pengolahan, dan penyajian informasi. Jurnalisme wrga didasari atas adanya kepercayaan bahwa setiap orang dapat menjadi informan sekaligus jurnalis, karena dalam suatu diskusi di ruang public media, warga tidak hanya menonton, tapi mereka dapat berperan aktif menyalurkan apa pendapat mereka. Medium yang digunakan dalam jurnalisme warga adalah media massa elektronik dan online, karena media massa ini mampu memberikan kesemopatan langsung bagi audiensnya untuk dapat berinteraksi secara langsung.

Media memiliki dua fungsi, yaitu sebagai ruang publik dan institusi sosial. Maksud dari media sebagai ruang publik adalah media memiliki peran untuk menyampaikan berita/informasi kepada publik (ruang publik), dan publik dapat menyalurkan opininya melalui media (ruang privat). Jadi, media akan menampilkan berbagai informasi terkini yang dikemas dalam format berita, wawancara, maupun talkshow, yang isinya harus sesuai dengan nilai berita dan kode etik yang berlaku. Dari berita yang ditampilkan, publik akan merespon dengan mengirimkan opini, surat pembaca, tajuk rencana kepada media, yang isinya juga harus sesuai dengan kepantasan ruang publik, proporsional, dan kode etik yang berlaku. Fungsi kedua media sebagai institusi sosial dimaksudkan sebagai sebagai sebuah organisasi yang bersifat sosial dengan membantu memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat. Namun, pada kenyataannya, media telah menjadi indtitusi ekonomi yang bersifat komersil.

Nilai berita itu sendiri meliputi, aktualitas, akurasi, seimbang, relevansi publik, prominensi (ketenaran/kepopuleran), magnitude (kebesaran), proksimitas (kedekatan), kompetensi sumber, dan konflik.

Kode etik jurnalistik secara garis besar berupa, tidak berprasangka; mengandung konfirmasi; tidak sarkastik, sadistis, pornografis; menggunakan bahasa yang benar; berdasarkan fakta.

Problem Jurnalisme Warga
Apakah jurnalisme warga telah dilakukan berdasarkan nilai-nilai berita dan kode etik? Inilah yang menjadi dilema jurnalisme warga dimana terdapat tolak belakang antara kecepatan dengan kelengkapan/kedalaman berita dan informasi, partisipasi publik dengan esensi/kualitas jurnalistik warga itu sendiri, adanya kebingungan antara ruang privat dengan ruang publik dan urusan privat dengan urusan publik, apakah masih ada ruang publik dalam jurnalistik warga yang benar-benar utuh karena sejauh ini kita ketahui bahwa semua hal yang masuk ke media merupakan sesuatu yang berasal dari urusan privat seseorang ataupun sekelompok orang (yang biasanya memiliki kuasa/elit). Maka dari adanya dilema ini, terdapat dua pemikiran yaitu apakah jurnalisme warga merupakan perluasan ukuran dan parameter ruang publik guna memperkuat perwujudan prinsip-prinsip partisipasi publik atau sebagai kolonisasi ruang publik oleh urusan-urusan privat?

Hal tersebut mengakibatkan terjadinya urgensi jurnalisme warga dengan adanya keterbatasan ruang untuk partisipasi politik warga, pemberitaan media yang elitis (tidak menyentuh urusan-urusan masyarakat di akar rumput, dan pemilihan sumber berita pada pemberitaan media yang melulu berorientasi kepada sumber-sumber elit seperti pemerintah, DPR, pakar, intelektual, aktivis.
Media juga memiliki pertanggungjawaban atas hal ini dimana media terlalu autis, asyik dengan dirinya sendiri, media selalu menentukan skala prioritas pemberitaan yang berdasarkan agenda, nilai, orientasi dan keyakinannya sendiri, bukan berdasarkan minat, kepentingan dan kebutuhan pembaca, dan media tidak benar-benar menyadari pelibatan publik dalam penentuan agenda setting media sebagai konsekuensi status ruang publik. Mungkin dalam pemikirannya media memikirkan apa yang dibutuhkan publik saat ini, tapi pada kenyataannya media tidak sepenuhnya tahu apa yang dibutuhkan publik, malah media banyak menayangkan berita dan informasi berdasarkan pemikiran mereka sendiri.

Untuk mengatasi problem ini, apakah yang seharusnya dilakukan? Agus Sudibyo pada akhir perkuliahannya menjelaskan bahwa siapapun pelaku jurnalisme warga harus memahami benar media adalah ruang publik sosial dengan nilai-nilai bakunya (nilai berita dan kode etik jurnalistik); profesi jurnalis bukan profesi sembarangan yang bisa dilakukan secara serampangan; dan berita berbeda dengan informasi satu sisi, gosip, atau syakwasangka. Dengan dimengertinya ketiga poin tersebut, maka diharapkan para pelaku jurnalisme warga dapat melaksanakan kegiatan jurnalistiknya dengan baik dan benar.

Komunikasi Politik dan Pembangunan, oleh Drs.Eko Harry Susanto, 17/03/2010

Menurut Nimmo (1993:8), Komunikasi Politik merupakan komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik yang meliputi pembicaraan yang mengandung bobot politik, terlepas hanya sebatas mendiskusikan, tanpa terlibat langsung dalam aktivitas sebuah partai politik maupun kelompok-kelompok politik yang ada dalam masyarakat. Komunikasi Politik merupakan proses komunikasi massa, termasuk komunikasi antar pribadi dan elemen-elemen di dalamnya yang mungkin mempunyai dampak terhadap perilaku politik (Krans dan Davis, 1976:7). Rush dan Althoff (1997:225) menyebutkan komunikasi politik merupakan transmisi informasi yang secara politik dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain dan antara sistem social dan system politik merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik.

Lima Komponen Komunikasi Politik :
•Komunikator Politik, merupakan seseorang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi politik
•Pesan Politik
•Media Komunikasi Politik, secara umum alat untuk mengirimkan pesan-pesan politik seperti TV, Radio, Koran, Internet
•Khalayak Komunikasi Politik, khalayak komunikasi politik dapat dibentuk melalui opini publik.
•Dampak Komunikasi dalam Politik, yaitu konsekuensi dari proses sosialisasi politik.


Pembangunan
Pembangunan, meskipun memiliki substansi yang lebih politis, tetapi biasanya tidak bisa dilepaskan dari unsur modernisasi. Rostow (1960:57) menyatakan bahwa, “pembangunan adalah sesuatu yang terus maju, dari suatu tahap yang primitif ke tahap yang lebih maju.”
Perbedaan antara Pembangunan dan Modernisasi yaitu pembangunan sangat melekat pada unsur-unsur komunikasi politik, sedangkan modernisasi tidak melekat/bebas dari unsur-unsur komunikasi politik. Dalam upaya pembaharuan, McQuail (1987:97) prinsipnya menyatakan, media paling baik digunakan secara terencana untuk menimbulkan perubahan dengan menerapkan dalam program pembangunan berskala besar. Samuel P. Huntington (dalam Cyril E. Black, 1976:30) melihat modernisasi merupakan proses bertahap dari tatanan yang primitif dan sederhana menuju tatanan yang maju dan kompleks. Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi dengan tendensi dan struktur serupa. Homogenisasi merupakan penyeragaman situasi, contohnya : tiap kota ke kota situasi dan apa yang dilihat sama semua, strukturnya serupa.
Modernisasi, bentuk lahirnya sebagai proses eropanisasi dan amerikanisasi atau dalam bentuk yang lebih konkrit adalah kebijaksanaan untuk melakukan industrialisasi dan model politik demokratis negara dunia ketiga sepenuhnya mencontoh pengalaman negara maju tanpa mengindahkan sejarah total masing-masing negara dunia ketiga. Modernisasi merupakan perubahan progresif sekalipun akibat samping maupun korban modernisasi beraneka macam dan kadang-kadang di luar batas kemanusiaan dan moral universal.

Leadership dan Komunikasi, 10/03/2010

Ada 4 inti atau domain kecerdasan emosi dan kompetensi yang terkait.
Kompetensi pribadi, kemampuan ini menyatukan bagaimana kita mengelola diri kita.
Dalam kompetensi pribadi terdapat :
•Kesadaran diri
•Kesadaran diri emosi, membaca emosi sendiri dan mengenali dampaknya.
•Penilaian diri yang akurat, tahu kekuatan dan keterbatasan diri
•Kepercayaan diri, kepekan yang sehat mengenai harga diri dan kemampuan diri.
•Pengelolaan diri
•Kendali diri emosi, mengendalikan emosi dan dorongan yang meledak-ledak.
•Transparansi, menunjukkan kejujuran dan intergritas yang layak umtuk dipercaya. •Kemampuan menyesuaikan diri, kelenturan dalam beradaptasi dengan perubahan situasi.
•Pencapaian, dorongan untuk memperbaiki kinerja untuk memenuhi standar prestasi yang ditentukan oleh diri sendiri.
•Inisiatif, kesiapan untuk bertindak dan menggunakan kesempatan.
•Optimisme, melihat sisi positif dari suatu peristiwa.

Kompetensi sosial, kemampuan ini menentukan bagaimana kita mengelola hubungan.
Dalam kompetensi sosial terdapat:
•Kesadaran sosial
•Empati, merasakan emosi orang lain
•Kesadaran organisasional, membaca apa yang terjadi
•Pelayanan, mengenali dan memahami kebutuhan klien
•Pengelolaan relasi
•Kepemimpinan yang mengispirasi, membimbing dan memotivasi dengan semangat.
•Pengaruh, menguasai berbagai taktik subjek
•Mengembangkan orang lain, menunjang kemampuan orang lain denagn umpan balik dan bimbingan.
•Katalis perubahan, memprakarsai, mengelola, dan memimpin di arah yang baru.
•Pengelolaan konflik, menyelesaikan pertengkaran
•Membangun ikatan, menumbuhkan dan memelihara jaringan relasi.
•Kerja kelompok dan kolaborasi, kerjasama dan pembangunan kelompok.

Gaya kepemimpinan
•Visioner:
•Bagaimana gaya ini membangun resonansi (mengerakkan orang ke arah impian bersama.
•Dampak terhadap iklim emosi paling positif
•Kapan penggunaan yang tepat : ketika perubahan membutuhkan visi baru
•Pembimbing:
•Bagaimana gaya ini membangun resonansi (menhubungkan apa yang diinginkan seseorang dengan sasaran organisasi.
•Dampak terhadap iklim emosi sangat positif
•Kapan penggunaan yang tepat, ketika membantu karyawan memperbaiki kinerja dengan membangun kemampuan jangka panjang.

7 penyakit yang mengaitkan antara kelainan jiwa dan jenius :
•Disleksia, gangguan belajar yang ditandai dengan kesulitan mengenali dan memahami bahasa tertulis ketika membaca, menulis, dan mengeja. Tokohnya : Einstein, T.A Edison, etc.
•Bipolar, perubahan suasana hati antara euphoria (senang yang berlebihan) dan depresi. Gejala psikotiknya seperti delusi dan halusinasi.
•Schizofrenia, gangguan kejiwaan yang parah seperti delusi dan halusinasi
•Obsesif Compulsif Disorder (OCD), kondisi kejiwaan yang ditandai dengan tekanan untuk berpikir dan berperilaku terus-menerus seperti obsesi untuk mencuci tangan.
•Autistic Savant, orang yang menderita kelainan ini, memiliki kemampuan luar biasa.
•Terminal Illness, dapat memicu respon emosional
•Epilepsi (ayan), tokoh: Julius Ceasar, Alexander Agung, etc.

Perbedaan Gender, oleh Henny Wirawan, 03/03/2010

Perbedaan gender adalah pembedaan terhadap individu terhadap aspek biologis seseorang, pembedaan terhadap kontruksi social terhadap jenis kelamin. Gender dan jenis kelamin tidak sama. Perempuan dan laki-laki mengacu pada jenis kelamin, feminine dan maskulin yang mengacu pada apa yang disebut sebagai gender. Laki-laki, perempuan, pria, wanita adalah kata-kata yang digunakan untuk menunjukkan perbedaan identitas jenis kelamin, yang mana diputuskan secara biologi. Perbedaan gender antara maskulin dan feminin terbentuk berdasarkan kontruksi sosial.

Jenis kelamin dibedakan berdasarkan kode genetik. Ciri biologis seseorang yang memprogram kode genetic tersebut. Orang-orang menggunakan ciri biologis untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan. Ciri-ciri biologis ini meliputi organ-organ reproduksi, hormon, lemak tubuh, jaringan otot, pertumbuhan bulu, dan perkembangan otak. Jenis kelamin bersifat permanen, dan merupakan milik individual.

Gender lebih kompleks jika dibandingkan dengan jenis kelamin. Gender bersifat universal dan tidak bersifat kaku, gender terbentuk oleh lingkup sosial sementara jenis kelamin berdasarkan biologis sepenuhnya. Gender terjadi karena budaya memaknai jenis kelamin.

Kesehatan Fisik
Sejak masa kelahiran hingga kematian, khususnya sebelum dewasa, perempuan lebih sedikit mengalami kerawanan stress dan penyakit kronis. Ini disebabkan karena perempuan memiliki dua X kromosom. Hal ini dapat disebabkan oleh betina memiliki dua X kromosom, bukan hanya satu atau dapat mengurangi pelonjakan hormon testosteron.

Neurology
Otak perempuan lebih kecil dibandingkan laki-laki otak dalam hal ini, meskipun kecil, mereka lebih padat dengan neuron, terutama di daerah yang bertanggung jawab untuk bahasa.
Wanita memiliki fungsi bahasa merata di kedua belahan otak, sedangkan pada laki-laki mereka lebih terkonsentrasi di belahan otak kiri. Hal ini menempatkan laki-laki lebih berisiko terhadap gangguan bahasa seperti disleksia.
Telah dikemukakan bahwa kromosom Y dasarnya merupakan penyebab laki-laki menjadi lebih rentan terhadap penyakit mental seperti Down Syndrome.

Psikologi
Dalam satu studi skala besar, sebagian besar kemampuan kognitif dan ciri-ciri psikologis menunjukkan rata-rata sedikit atau tidak ada perbedaan antara kedua jenis kelamin.
Perbedaan jenis kelamin, cukup sering tumpang tindih antara kedua jenis kelamin tidak jelas berapa banyak perbedaan-perbedaan ini berlaku di budaya yang berbeda. Meskipun demikian, tren tertentu cenderung ditemukan.

Tes kepribadian
Dalam lima besar ciri-ciri kepribadian, nilai perempuan lebih tinggi di Keramahan (kecenderungan untuk mengasihi dan koperasi) dan neurotisisme (kecenderungan untuk merasa cemas, marah, dan depresi). Demografi MBTI survei menunjukkan bahwa 60-75% perempuan lebih memilih perasaan dan 55-80% laki-laki lebih suka berpikir.

Agresi
Laki-laki umumnya lebih agresif daripada perempuan (Coi & Dodge 1997, Maccoby & Jacklin 1974, Buss 2005).Ada bukti bahwa laki-laki lebih cepat untuk agresi (Frey et al. 2003) dan lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk mengekspresikan agresi mereka secara fisik (Bjorkqvist et al. 1994).
Beberapa peneliti (seperti Rachel Simmons) telah menyarankan bahwa perempuan tidak harus kurang agresif, tetapi mereka cenderung untuk menunjukkan agresi mereka dalam waktu kurang terbuka, kurang cara-cara fisik (Bjorkqvist et al.1994, Hines dan Saudino 2003). Sebagai contoh, perempuan dapat menampilkan lebih verbal dan relasional agresi, seperti penolakan sosial. Agresi fisik tinggi telah berkorelasi dengan kadar testosteron tinggi.

Sistematisasi dan berempati
Skor perempuan lebih tinggi pada laporan diri pada skala empati, contoh mulai dari anak-anak usia sekolah hingga dewasa. Skala empati mencakup tindakan mengambil perspektif, orientasi terhadap orang lain, empatik keprihatinan, dan penderitaan pribadi. Namun demikian, langkah-langkah seperti itu bersifat subjektif dan empati mungkin lebih berkaitan dengan peran gender, bukan jenis kelamin.
Simon Baron-Cohen 's EQ SQ Teori mengklaim bahwa, pada umumnya, laki-laki lebih baik dalam sistematisasi (keinginan untuk menganalisa dan mengeksplorasi sistem dan aturan-aturan) dan bahwa perempuan lebih baik dalam berempati (kemampuan untuk mengidentifikasi dengan perasaan orang lain).

Komunikasi
Maskulin dan feminin budaya dan individu umumnya berbeda dalam bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai contoh, orang feminin cenderung mengungkapkan diri lebih sering ketimbang orang-orang maskulin, dan lebih bersifat pribadi. Orang feminin cenderung berkomunikasi dengan lebih kasih sayang, dengan keakraban dan kepercayaan yang lebih besar daripada orang-orang yang maskulin.

Secara umum, orang feminine lebih banyak berkomunikasi dan memprioritaskan komunikasi lebih dari maskulin. Secara tradisional, orang-orang maskulin dan feminine berkomunikasi dengan orang-orang dari gender mereka sendiri dengan cara yang berbeda. Orang-orang maskulin membentuk persahabatan dengan orang-orang maskulin lain berdasarkan kepentingan bersama, sementara orang feminine membangun persahabatan dengan orang-orang feminin lain berdasarkan rasa saling mendukung. Kedua jenis kelamin yang berlawanan gender memulai persahabatan didasarkan pada faktor-faktor yang sama. Faktor-faktor ini meliputi kedekatan, penerimaan, usaha, komunikasi, kepentingan umum, kasih sayang dan kebaruan. Konteks ini sangat penting ketika menentukan bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain. Penting untuk memahami teks apa yang tepat untuk digunakan dalam masing-masing hubungan.

Secara khusus, pemahaman betapa kasih sayang dikomunikasikan dalam konteks tertentu sangat penting. Misalnya, orang maskulin mengharapkan kompetisi dalam persahabatan mereka. Mereka menghindari komunikasi yang menunjukkan kelemahan dan kerentanan. Mereka biasanya menghindari komunikasi yang menunjukkan rasa keprihatinan pribadi dan emosional. Orang maskulin cenderung berkomunikasi kasih sayang termasuk teman-teman mereka dalam kegiatan-kegiatan dan bertukar suasana. Orang maskulin cenderung untuk berkomunikasi satu sama lain secara bahu-ke-bahu (contoh saat menonton acara olahraga di televisi). Orang feminine tidak keberatan berkomunikasi kelemahan dan kerentanan. Pada kenyataannya, mereka mencari persahabatan yang lebih dalam. Untuk alasan ini, orang feminin sering merasa lebih dekat dengan teman-teman mereka daripada orang maskulin.
Orang feminin cenderung untuk menghargai teman-teman mereka dengan mendengarkan dan berkomunikasi non-kritis, berkomunikasi yang saling member dukungan, perasaan berkomunikasi meningkatkan harga diri, berkomunikasi validasi, menawarkan kenyamanan dan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan pribadi.

Orang feminin cenderung untuk berkomunikasi satu sama lain secara tatap muka (contoh pertemuan bersama untuk berbicara sambil makan siang).
Berkomunikasi dengan teman lawan jenis sering sulit karena pada dasarnya berbeda dari skrip antara orang maskulin dan feminin dalam menggunakan persahabatan mereka. Tantangan lain dalam hubungan ini adalah bahwa orang maskulin mengasosiasikan kontak fisik dengan berkomunikasi hasrat seksual lebih dari orang feminin. Orang maskulin juga memiliki keinginan seks lebih dalam hubungan yang berlawanan gender dari orang feminin. Hal ini menyajikan tantangan serius dalam persahabatan lintas-gender komunikasi.
Untuk mengatasi tantangan ini, kedua belah pihak harus berkomunikasi secara terbuka tentang batas-batas hubungan.

Komunikasi dan Gender Budaya
Budaya komunikasi adalah sekelompok orang dengan seperangkat norma yang ada tentang bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain. Budaya ini dapat dikategorikan sebagai maskulin atau feminin. Budaya komunikasi lain termasuk Afrika-Amerika, orang tua, asli Indian Amerika, pria gay, lesbian, dan orang-orang cacat. Gender budaya terutama diciptakan dan dipertahankan oleh interaksi dengan orang lain. Melalui komunikasi kita belajar tentang sifat-sifat dan kegiatan budaya kita terhadap jenis kelamin.

Meskipun pada umumnya orang percaya bahwa jenis kelamin adalah akar sumber perbedaan dan bagaimana kita berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, sebenarnya jenis kelamin yang memainkan peran yang lebih besar. Seluruh kebudayaan dapat dipecah menjadi maskulin dan feminin, masing-masing berbeda dalam cara mereka bergaul dengan orang lain melalui gaya komunikasi yang berbeda.

Julia T. Wood menjelaskan bahwa "komunikasi memproduksi dan mereproduksi definisi budaya maskulinitas dan feminitas." Maskulin dan feminin budaya berbeda secara dramatis dalam kapan, bagaimana dan mengapa mereka menggunakan komunikasi. Dalam rangka untuk berkomunikasi secara efektif di seluruh budaya dan jenis kelamin, kita harus menjembatani kesenjangan komunikasi ini.

Gaya komunikasi
Deborah Tannen menemukan perbedaan gender dalam gaya komunikasi:
•Orang maskulin cenderung untuk berbicara lebih dari feminin situasi orang di muka umum, tapi orang feminine cenderung untuk berbicara lebih dari orang maskulin di rumah.
•Orang feminin lebih cenderung untuk saling berhadapan dan melakukan kontak mata ketika berbicara, sementara orang-orang maskulin lebih mungkin untuk berpaling dari satu sama lain.
•Maskulin orang cenderung untuk melompat dari topik ke topik, tapi orang feminin cenderung untuk berbicara panjang lebar tentang satu topik.
•Saat mendengarkan, perempuan membuat lebih banyak suara-suara seperti "mm-hmm" dan "eh-eh", sedangkan orang-orang maskulin lebih cenderung diam-diam mendengarkan.
•Orang feminin cenderung untuk menyatakan persetujuan dan dukungan, sementara orang maskulin lebih cenderung untuk perdebatan.
Julia T. Wood menjelaskan cara "perbedaan antara gender budaya menanamkan komunikasi". Perbedaan ini dimulai pada masa kanak-kanak.
Penelitian Maltz dan Borker menunjukkan bahwa permainan anak-anak membantu sosialisasi untuk menjadi budaya maskulin dan budaya feminin. Sebagai contoh, anak perempuan bermain rumah-rumahan mempromosikan hubungan pribadi, dan bermain rumah-rumahan tidak perlu memiliki aturan tetap atau tujuan. Laki-laki, bagaimanapun, cenderung untuk bermain olahraga tim yang lebih kompetitif dengan tujuan dan strategi yang berbeda.
Perbedaan-perbedaan ini sebagai anak-anak membuat orang feminin beroperasi dari asumsi tentang komunikasi dan menggunakan aturan untuk komunikasi yang berbeda secara signifikan dari yang didukung oleh sebagian besar orang maskulin.

Wood menghasilkan teori berikut tentang komunikasi gender:
•Kesalahpahaman berasal dari perbedaan gaya interaksi.
•Maskulin dan feminin memiliki cara yang berbeda untuk menunjukkan dukungan, perhatian dan kepedulian.
•Orang maskulin dan feminin sering melihat pesan yang sama dengan cara yang berbeda.
•Orang feminin cenderung untuk melihat komunikasi lebih sebagai cara untuk menghubungkan dan meningkatkan rasa kedekatan dalam hubungan.
•Orang maskulin melihat komunikasi lebih sebagai cara untuk mencapai suatu tujuan.
•Orang feminin memberi tanggapan lebih banyak isyarat dan isyarat-isyarat nonverbal untuk menunjukkan minat dan membangun hubungan.
•Orang maskulin menggunakan sinyal umpan balik kepada kesepakatan aktual dan ketidaksepakatan.
•Bagi orang feminin, "ums" "eh-huhs" dan "yeses" hanya berarti mereka yang menunjukkan minat dan bersikap responsif.
•Bagi orang maskulin, tanggapan yang sama ini menunjukkan kesepakatan atau ketidaksepakatan dengan apa yang sedang dikomunikasikan.
•Bagi orang feminin, berbicara adalah cara utama untuk menjadi lebih dekat kepada orang lain.
•Orang maskulin lebih mungkin untuk mengekspresikan rasa peduli dengan melakukan sesuatu yang konkret atau melakukan sesuatu bersama-sama dengan orang lain.
•Orang feminin dapat menghindari tersakiti oleh orang-orang maskulin dengan menyadari bagaimana orang maskulin mengkomunikasikan rasa peduli mereka begitupun sebaliknya.
•Orang feminin yang ingin mengekspresikan kepedulian untuk orang maskulin dapat melakukannya secara lebih efektif dengan melakukan sesuatu untuk mereka atau melakukan sesuatu dengan mereka.
•Orang maskulin yang ingin mengekspresikan kepedulian untuk orang feminin dapat melakukannya secara lebih efektif dengan berkomunikasi secara lisan bahwa mereka peduli.
•Orang maskulin menekankan kemerdekaan dan untuk itu kecil kemungkinannya untuk meminta bantuan dalam mencapai objektif.
•Orang maskulin sangat kecil kemungkinannya untuk menanyakan arah ketika mereka tersesat daripada orang feminine.
•Orang maskulin memiliki keinginan untuk mempertahankan otonomi dan tidak ingin terlihat lemah atau tidak kompeten.
•Orang feminin mengembangkan identitas dalam hubungan melebihi orang maskulin
•Orang feminin mencari dan menyambut hubungan dengan orang lain melebihi orang maskulin.
•Orang maskulin cenderung berpikir bahwa hubungan membahayakan kemerdekaan mereka.
•Bagi orang feminin, hubungan merupakan sumber konstan dari minat, perhatian dan komunikasi. Bagi orang-orang yang maskulin, hubungan bukan sebagai pusat
•Istilah "Berbicara tentang kita" berarti hal yang sangat berbeda untuk orang-orang maskulin dan feminin.
•Orang maskulin merasa bahwa tidak perlu berbicara tentang hubungan yang telah berjalan baik, orang feminin merasa bahwa sebuah hubungan berjalan baik selama mereka membicarakan tentang hubungan itu.
•Orang feminin dapat terhindar dari rasa sakit hati oleh orang maskulin dengan menyadari bahwa orang tidak selalu merasa perlu berbicara tentang hubungan yang telah berjalan baik.
•Orang maskulin dapat membantu memperbaiki komunikasi dalam suatu hubungan dengan menerapkan aturan komunikasi yang dapat diterima orang feminin begitupun sebaliknya.
•Sama seperti aturan komunikasi Barat belum tentu berlaku dalam budaya Asia, aturan maskulin belum tentu berlaku dalam budaya feminin.

Akhirnya, Wood menggambarkan bagaimana jenis kelamin yang berbeda dapat berkomunikasi satu sama lain dan memberikan enam saran untuk melakukannya.
•Individu harus menangguhkan penilaian. Ketika seseorang menemukannya dirinya sendiri bingung dalam percakapan lintas-gender, ia harus menahan kecenderungan untuk menghakimi dan sebagai gantinya eksplorasi apa yang terjadi dan bagaimana orang tersebut dan pasangan tersebut dapat lebih memahami satu sama lain.
•Mengakui keabsahan gaya komunikasi yang berbeda. Orang feminin cenderung untuk menekankan hubungan, perasaan dan responsif tidak mencerminkan ketidakmampuan untuk mematuhi aturan-aturan orang maskulin untuk bersaing lebih dari maskulin stres pada hasil instrumental adalah kegagalan untuk mengikuti peraturan feminin kepekaan terhadap orang lain. Wood mengatakan bahwa tidak sepantasnya untuk menerapkan satu kriteria - baik maskulin atau feminin - untuk kedua jenis komunikasi gender. Sebaliknya, orang harus menyadari bahwa tujuan yang berbeda, prioritas dan standar yang berkaitan dengan masing-masing.
•Menyediakan terjemahan isyarat. Mengikuti saran sebelumnya, membantu orang menyadari bahwa orang-orang maskulin dan feminin cenderung untuk mempelajari aturan yang berbeda dalam interaksi dan itu membuat masuk akal untuk berpikir tentang membantu yang lainnya menerjemahkan komunikasi gender Anda. Hal ini terutama penting karena tidak ada alasan mengapa salah satu gender harus secara otomatis memahami aturan-aturan yang bukan bagian dari budaya gender.
•Mencari terjemahan isyarat. Interaksi juga dapat ditingkatkan dengan mencari terjemahan isyarat dari orang lain. Mengambil pendekatan konstruktif untuk interaksi dapat membantu meningkatkan reaksi budaya gender yang berbeda.
•Memperbesar gaya komunikasi Anda sendiri. Dengan mempelajari komunikasi budaya lain kita tidak hanya belajar tentang budaya lain, tetapi juga tentang diri kita sendiri. Bersikap terbuka untuk belajar dan tumbuh dapat memperbesar keterampilan komunikasi seseorang dengan memasukkan aspek-aspek komunikasi yang ditekankan dalam kebudayaan lain. Menurut Wood, individu disosialisasikan ke maskulinitas bisa belajar banyak dari budaya feminin tentang bagaimana mendukung teman-teman. Demikian pula, budaya feminin dapat memperluas cara mereka mengalami keintiman dengan menghargai "kedekatan dalam melakukan kegiatan" itu adalah kekhususan orang maskulin.
•Wood mengulangi lagi, sebagai saran keenam, bahwa individu harus menangguhkan penilaian. Konsep ini sangat penting karena penilaian adalah suatu bagian dari budaya Barat yang tidak sulit untuk mengevaluasi dan kritik orang lain dan mempertahankan posisi kita sendiri. Sementara budaya gender sibuk menghakimi gender budaya lain dan membela diri mereka sendiri, mereka tidak membuat kemajuan dalam berkomunikasi secara efektif. Jadi, menangguhkan penilaian adalah pertama dan terakhir prinsip komunikasi efektif lintas gender.

Psikologi Massa, oleh Henny Wirawan, 24/02/2010

Massa adalah sekumpulan individu yang memiliki tujuan yang sama. Menurut definisi ini, kelompok dapat dikategorikan sebagai sebuah massa, karena biasanya sebuah kelompok terbentuk karena memiliki tujuan yang sama. Dalam kelompok atau massa ini, setiap perilaku individu dipengaruhi oleh kelompok tempat mereka bergabung. Contohnya adalah tawuran. Penyebab terjadinya tawuran mungkin hanya karena masalah sepele yang melibatkan beberapa individu, namun akhirnya dapat menjadi tawuran besar yang melibatkan sekelompok manusia. Dalam kelompok tawuran itu, mungkin ada beberapa individu yang tidak berkepentingan sama sekali, namun karena pengaruh dari kelompok, pada akhirnya membuat seorang individu menjadi ikut-ikutan. Oleh sebab itu, ada perbedaan antara individu didalam suatu kelompok dan individu yang berada diluar kelompok. Inilah yang dipelajari dalam psikologi massa, mempelajari tingkah laku kelompok, dimana tiap anggota kelompok akan merasa nyaman melakukan suatu tindakan karena mereka menyadari bahwa banyak anggota lainnya yang akan melakukan tindakan yang sama. Crowds (kerumunan) dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk psikologi massa karena dapat membuat individu cenderung menjadi lebih kuat jika berada dalam satu kelompok atau bertindak bersama-sama dalam satu kerumunan. Hal ini dapat membuat individu tidak jelas dalam memahami identitasnya sendiri, karena itu crowds dapat menciptakan anonimitas (membuat invidu lebih nyaman dalam kelompok).
Oleh karena adanya anonimitas dalam masyarakat massa, maka tindakan spontanitas yang ada akan berkurang dalam tiap individu, karena mereka telah terbiasa mengikuti tindakan yang telah dilakukan individu lain dalam kelompoknya. Mereka yang terbiasa hidup dalam kelompok akan memiliki pola pikir yang berbeda dengan mereka yang terbiasa hidup secara individual. Theodor Adorno mengatakan bahwa spontanitas tidak muncul secara tiba-tiba dalam sebuah kelompok, kecuali ada individu yang berinisiatif melakukan suatu hal, maka baru akan terjadi spontanitas. Contoh: pada saat naik tangga kita mencoba menengok kearah belakang, otomatis individu yang berada dibelakang kita akan turut melakukan hal yang sama, begitu juga individu lain yang berada dibelakangnya.
Bentuk psikologi massa yang terbentuk melalui kerumunan dan banyak diterima masyarakat kita saat ini adalah opini publik yang dapat dengan mudah dimanipulasi, terutama kepada orang-orang yang tidak terdidik. Manipulasi ini bisa berbahaya dan tidak rasional. Contoh yang berbahaya dan tidak rasional adalah Reality Show.
Dalam suatu kerumunan, terkadang tidak hanya menimbulkan sesuatu yang negatif, namun juga dapat menimbulkan kegiatan positif, misal; koin untuk Bilqish. Dalam kerumunan ini terdapat 3 jenis emosi:
•Panik, contohnya keserupan massa, jika ada satu orang yang berteriak, maka yang lain dapat ikut berteriak juga. Hal ini terjadi karena ada ekspresi dari rasa takut.
•The Craze (rada-rada gila), contoh pada konser musik rock.
•The hostile outburst (kemarahan atau merusak) timbul karena rasa marah.